Assalamu'alaikum...Wr. Wb
Pada masa sekarang komputer telah memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Segala sesuatu yang
menjadi kegiatan manusia telah dikendalikan oleh komputer sehingga semua hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia terpusat pada komputer dan elemennya. Begitu juga dengan yang terjadi pada perkembangan anak-anak pada jaman sekarang, mereka lahir dan berkembang pada jaman yang sangat akrab dengan perkembangan teknologi komputer. Hampir semua anak pada jaman sekarang telah mengenal apa yang dinamakan komputer, internet, dan elemen-elemen dasar yang ada didalamnya.
Ditambah lagi dengan adanya mainan-mainan anak-anak yang begitu canggih, tidak hanya permainan games yang ada di komputer tetapi juga mainan/alat hiburan yang dibuat dengan sistem komputer, seperti robot bintanang (sebuah robot peliharaan dari jepang) atau i-pod. Tetapi yang kita pertanyakan dengan melihat perkembangan teknologi yang begitu pesat, apakah anak-anak ini memiliki pemahaman yang benartentang komputer? Dari sisi psikologis dijelaskan bahwa pada umur-umur yang relatif muda anak-anak berkembang dengan rasa ingin tahu yang besar dan pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam benak anak-anak umumnya sangat membingungkan orang-orang dewasa, sampai-sampai mereka akan cenderung mencari jawaban di dalam komputer.
Anak-anak akan seolah-olah menganggap bahwa computer tersebut merupakan benda hidup. Hal ini dapat juga disebabkan karena adanya interaksi yang terlampau sering antara manusia (hidup) dengan komputer (benda mati), sehingga terjadi pemahaman yang salah tentang komputer pada benak anak-anak.
Di akhir tahun 1976, seorang profesor bernama Joseph Weizenbaum, membuat sebuah program komputer yang bernama ELIZA. ELIZA di kenal sebagai program komputer yang ditujukan sebagai ahli psikoterapi. Namun kemampuan berbicara ELIZA terbatas, ELIZA hanya dapat menyerap kata-kata namun tidak dapat mengartikannya. Manusia selalu mempunyai masalah, berbeda dengan komputer yang tidak pernah punya masalah, hal inilah yang mengusik ahli psikoterapi, Kenneth Colby, menyadari bahwa sebenarnya manusia membutuhkan bantuan psikologis dari komputer.
Alasan lain lagi adalah komputer tidak memiliki emosi dna hati seperti manusia sehingga komputer tidak akan marah, tidak mengintimidasi, dan tidak menghakimi. Masyarakat pada saat itu cukup menyukai keberadaan ELIZA. Mereka senang berbincang-bincang dengan ELIZA namun mereka tidak menganggap ELIZA sebagai ahli psikoterapi selayaknya manusia. Masyarakat lebih suka menganggap ELIZA sebagai sejenis cermin bagi manusia. Masyarakat pada jaman sekarang umumnya telah sangat meusatkan kegiatan dan pekerjaannya pada komputer akibatnya banyak orang pada jaman sekarang telah sering sekalii melakukan interaksi dengan komputer suka berperilaku aneh. Hal ini disebut dengan computer people, karena mereka sering berhubungan dengan komputer sehingga tingkah laku mereka menjadi seperti mesin. Anggapan bahwa pada suatu saat nanti komputer dapat menjadi seorang ahli psikoterapi merupakan suatu hal yang sangat aneh,karena komputer tidak mempunyai hati dan emosi sehingga bagaimanapun juga keberadaan komputer tidak akan menggantikan kedudukan manusia. Selain itu sgala elemen dalam komputer/robot dibuat berdasarkan logika yang notabene pikiran/logika manusia tidak mampu menyamai apa yang menjadi pikiran dan rencana Tuhan. Maka kadang kala penciptaan robot banyak ditentang oleh masyarakat yang awam tentang teknologi (kontroversial) karena hal ini menyinggung sisi religi, sosial, dan justru dapat menyebabkan krisis psikologis. Manusia dinilai lebih special karena bisa merasakan (feel) baik secara fisik maupun emosi,dengan menggunakan akal budi dan intuisi manusia dapat dengan baik memanage antara pikiran (logika) dan perasaan (emosi), sehingga manusiajauh lebih unggul daripada sebuah mesin dengan sistem yang cukup rapi/hampir sempurna. Manusia tidak dapat dibandingkan dengan komputer; kepekaan dan hati nurani manusia lebih penting daripada logika dan pikiran komputer.
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence atau AI) merupakan kecerdasan entity yang diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan manusia. Hal ini dapat diukur melalui Turing test oleh Alan Turing, sebuah penggambaran batas antara manusia dan mesin. Jika sebuah program mampu memanipulasi manusia, ia lolos Turing test dan disebut AI yang sesunggguhnya.
Lain halnya dengan eksperimen Chinese Room oleh John Searle yang berkesimpulan pada ketergantungan kemampuan program pada pembuatnya. Kecerdasan yang sesungguhnya bukan hanya berdasarkan apa yang bisa komputer lakukan tetapi bisa atau tidaknya ia mengatakan bahwa ia mengerti, bukanlah hanya mengenai cerdas dan kemampuan tetapi bisa tidaknya menggambarkan apa yang dipikirkan oleh manusia (human mind). AI hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari bots, mobots, agents, sampai robot yang memainkan peran manusia. Bots dapat berupa teks, audio, atau visual. Misalnya, program Veronica sebagai bots yang dipakai oleh Telkomsel sebagai pengganti peran operator. Sebuah komunitas online, MUD, menggunakan bots bernama Julia. Kita telah berada pada era yang sarat dengan perkembangan teknologi akibat dari berkembangnya pikiran dan kecerdasan manusia, namun secanggih apapun komputer nantinya, mereka hanyalah sebuah mesin, mesin yang hanyalah dibuat dengan tujuan mempermudah kehidupan manusia dan memebnatu meringankan pekerjaan manusia. Meskipun nantinya akan ada mesin yang dapat dimasukkan emosi (diprogram ke dalamnya),tetapi hanya manusialah yang dapat memakai emosi dan logika secara baik dan benar karena manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia akan tetap unggul telah diberikan akal budi dan kecerdasan, yang kekuatannya melebihi apa yang dapat dilakukan komputer ciptaan manusia/robot sekalipun.
Alloh telah menaruh elemen komputer tercanggih ke dalam otak manusia, semoga manusia tidak menyalah gunakan dan mendewakan pikiran/kepintarannya sendiri dengan menciptakan mesin/komputer/robot yang seolah-olah menyaingi ciptaan Tuhan. Karena mesin,selamanya akan tetap
mesin dan apa yang dibuat oleh tangan manusia, selamanya tidak akan pernah ada yang sempurna.
Sumber: Turkle, Sherry
(1995). Life on The Screen: Identity in the Age of the Internet. New York: Touchstone. Chapter 3-6
0 Komentar